Menurut sejarah,
sastra Jawa telah menempuh perjalanan panjang sekitar sepuluh abad. Tradisi
sastra Jawa telah melahirkan karya-karya bermutu tinggi dan penuh kegaiban
serta memiliki bentuk yang khas. Kekhasan itu dilihat tidak hanya dari
pandangan kesastraan secara umum tetapi juga dilihat dari pandangan kesastraan
Jawa sendiri berdasarkan zaman ke zaman. Secaratradisionalsastra Jawa
dikelompokkan kedalam tiga babakan berdasarkan bahasa yang digunakan, yakni
sastra Jawa kuna, sastra Jawa tengahan, dan sastra Jawa baru. Salah satu sastra
Jawa yang masih sering ditemui dan menjadi pelajaran bahasa daerah di sekolah
adalah tembang macapat (Saputra, 2010:8-18). Tembang macapat atau secara tradisional disebut dengan sekar macapat merupakan persajakan
sastra Jawa baru. Selaian macapat, ada karya sastra Jawa yang lain yakni kakawin, kidung, parikan, wangsalan, singir,
guritan dan geguritan.
Menurut
perkiraan secara umum, macapat muncul pada akhir masa pemerintahan Majapahit
dan dipengarui Walisanga. Namun, hal ini hanya bisa dikatakan untuk situasi di
Jawa Tengah sebab di Jawa Timur dan Bali macapat telah dikenal sebelum
datangnya islam. Bukti pernyataan tersebut adalah sebuah teks dari Bali dan
Jawa Timur yaitu Kidung Ranggalawedikatakan
telah selesai ditulis pada tahun 1334 Masehi.
Sumber:
Saputra,
K.H. 2010. Sekar Macapat. Jakarta:
Wedatama Widya Sastra
Wikipedia. 2013. Tembang
Macapat, (Online), (id.wikipedia.org/wiki/Macapat), diakses 18 Januari
2014.